Resensi Buku Cerita Calon Arang

0 komentar

Penulis : Pramoedya Ananta Toer 

Genre : Dongeng 

Cetakan : 2009 

Ukuran : 13 x 20 cm 

Halaman : 96 halaman 

ISBN : 979-97312-10-5 

Penerbit : Lentera Dipantara 

       Cerita Calon Arang bertutur tentang kehidupan seorang perempuan tua yang jahat. Pemilik teluh hitam dan pengisap darah manusia. Ia pongah. Semua lawan “politik”nya dibabatnya. Yang mengkritik dihabisnya. Ia senang menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas, dan menyakiti. Ia punya bayak ilmu ajaib untuk membunuh orang. Murid-muridnya dipaksa berkeramas dengan darah manusia. Kalau mereka sedang berpesta tak ubahnya seperti sekawanan binatang buas. Takut dengan orang yang melihatnya, maka jika ketahuan orang mengintip orang tersebut akan diseret ke tengah pesta dan dibunuh darahnya dipergunakan berkeramas.
       Tapi kejahatan ini juga pada akhirnya bisa tumpas di tangan jejari kebaikan dalam sebuah operasi terpadu yang dipimpin oleh Empu Baradah. Empu ini bisa mengembalikan kehidupan masyarakat yang gonjang dan ganjing ke jalan yang benar sehingga hidup bisa lebih baik dan lebih tenang, tidak buat permainan segala macam kejahatan.
      Calon Arang ini memperlihatkan bahwa pengaruh-pengaruh kepercayaan kuno tidak terlampau terikat pada kepercayaan Hindu-Jawa pada masanya. Bahasanya pun tidak di-sansekertakan(suatu kebiasaan yang dipergunakan kaum terpelajar, kaum istana dan kaum Brahmana pada waktu itu).
      Erlangga dan Baradah adalah dua nama yang berpengaruh besar dalam sejarah Hindu-Jawa. Dari cerita ini orang akan dapat menganggap sejumlah segi kepercayaan kuno itu, antaranya penyembahan pada Dewi Durga menurut keibadahan dari mazhab Bhairawa.
       Banyak aktivis perempuan mengkritik dongeng Calon Arang yang ditulis Pramoedya ini. Mereka berpendapat, penggambarannya sangat bias gender. Memojokkan kaum perempuan. Pramoedya dituding terlamapau sarkas menggambarkan Calon Arang sebagai perempuan pembunuh. Perempuan yang buas yang “muri-muridnya dipaksa berkeramas, berkeramas dengan darah manusia, yang karena itu rambut murid-muridnya umumnya gimbal-gimbal; yang kalau mereka sedang berpesta tak ubahnya seperti sekawanan binatang buas, takut orang melihatnya yang jika ketahuan mengintip orang itu akan diseret ke tengah pesta dan dibunuh dan darahnya dipergunakan berkeramas”.
        Terlepas dari kritik dan ketidakpuasan itu, dongeng ini adalah dongeng yang indah dan disertai adegan-adegan menegangkan.